Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Akulturasi Batik Lasem

Indonesia adalah negeri yang kaya akan keanekaragaman suku, bahasa, dan budaya. Berbagai macam perbedaan tersebut, menjadikan negeri ini menjadi berwarna. Baik dari keanekaragaman asli hingga akulturasi dengan negara lain, menguatkan kekhasan Indonesia akan suku, bahasa, dan budayanya. Termasuk di dalamnya corak dan warna karya asli negeri ini, yaitu batik.
Hampir semua orang mencintai batik. Berbagai daerah di Indonesia, memiliki corak dan warna yang berbeda. Perbedaan tersebut menunjukkan kekhasan bentuk batik tempat asalnya. Tidak terkecuali batik Lasem. Napak tilas di kota Lasem, tidak terlepas dari banyaknya peninggalan bersejarah, baik dari zaman kerajaan Hindu-Buddha, hingga Islam masuk di dalamnya. Dari sinilah berbagai macam budaya dari negeri seberang masuk ke kota Lasem, membaur, dan mewarnai bentuk corak batik aslinya.
Selain untuk memperindah penampilan seseorang, batik juga memiliki filosofi yang tinggi. Proses pembuatan batik Lasem yang dilakukan secara manual, pada setiap motif yang tertuang dalam lembar kainnya, memiliki corak akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa.
Sejarah mencatat sejak masa Na Li Ni atau putri Campa, dalam ekspedisi Cheng Ho (1405-1433) pada abad ke-15, beliau sudah memperkenalkan teknik membatik. Putri Campa sendiri adalah seorang wanita berdarah Tionghoa yang hingga akhir hayatnya tinggal di Lasem. Pada tahun 1860-an inilah, masa keemasan perusahaan batik yang dibangun oleh orang-orang Tionghoa yang mana menjadikan batik sangat menguntungkan setelah perdagangan candu.
Akulturasi batik Tionghoa dan Jawa yang melahirkan bentuk-bentuk motif baru, menjadikan pada masa itu batik Lasem diekspor secara besar-besar ke berbagai negara seperti Singapura dan Sri Lanka. Selain itu, mereka juga membuat kain batik berbentuk panjang dan tokwi yang merupakan penutup meja altar persembahan. Akulturasi batik diantaranya dapat dilihat dari motifnya seperti motif bambu, bunga seruni, teratai, dan naga.
Warna khas pada batik Lasem yang berwarna merah getih pitik (darah ayam), hijau botol bir, dan warna biru tua. Selain itu, ada juga motif batik yang memiliki nilai sejarah, yaitu motif batu pecah. Motif ini begitu melekat di hati masyarakat Lasem Rembang dikarenakan motif tersebut mengingatkan pada zaman pembuatan jalan Anyer-panarukan yang menimbulkan banyak kematian.
Seiring berkembangnya zaman hingga saat ini, batik terus berinovasi memunculkan corak-corak baru yang sangat indah. Mulai dari motif Gunung Ringgit, Latohan, hingga Sekar jagad Tiga Negeri. Motif Gunung Ringgit memiliki filosofi agar siapapun yang memakainya, dalam hidupnya memiliki kecukupan dan kelapangan rezeki. Sementara motif Latohan yaitu tumbuhan yang ada di laut dan Sekar Jagad Tiga Negeri yang memiliki makna kedamaian.
Proses pembuatan batik dilakukan secara tradisional, membutuhkan waktu tidak sebentar. Butuh waktu hingga satu bulan lamanya untuk mendapat bentuk batik yang bagus. Proses pengerjaan dengan diawali dengan membuat gambar dasar batik, kemudian digambar menggunakan canting. Setelah digambar menggunakan canting, kemudian diblok menggunakan malam, diwarnai, direbus. Pada proses pewarnaan ini, dilakukan minimal sebanyak empat kali,
Kerumitan dan proses yang lama inilah, menjadikan batik Lasem bernilai jual tinggi. Di tengah-tengah zaman modern ini. Banyak perusahaan batik yang mencoba menghadirkan motif dan proses pembuatan yang singkat. Diantara batik yang dapat dibuat dengan waktu tidak lama yaitu batik Cap. Akan tetapi, motif batik yang dalam proses pengerjaannya dilakukan dengan cara tradisional, masih bertahan bahkan menghadirkan motif-motif baru yang sangat bagus menyesuaikan zaman yang terus berubah.
Pangsa pasar di berbagai showroom dan event yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta, menghadirkan batik Lasem sebagai komposisi utama untuk menambah daya tarik pengunjung. Terkait harga batik Lasem, dibandrol mulai dari 100 ribu hingga puluhan juta rupiah tergantung kualitas kain, kerumitan corak dan motif.

Kini, batik Lasem sudah tersebar di berbagai pelosok negeri bahkan telah dipakai oleh sejumlah kepala negara dari berbagai benua. Untuk memperkuat posisi batik di kancah internasional, UNESCO menetapkan batik sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intagible Heritage of Humanity) pada tanggal 2 Oktober 2009. Pada tanggal inilah, diharapkan beragam lapisan masyarakat mulai dari pelajar hingga pejabat pemerintahan untuk mengenakan batik.

Ahsani Taqwim
Ahsani Taqwim Halo semua, selamat datang di blog saya. Mengenai informasi tentang saya, bisa menghubungi melalui email. Selamat menggali informasi sebanyak-banyaknya. Semoga bermanfaat. Aamiin.

Post a Comment for "Akulturasi Batik Lasem"