Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Candi Pucangan dan Sisa Peradaban Pucangsula

            Siang hari yang cerah, saya pergi untuk mengamati candi Pucangan.  Candi  tersebut  bagian  dari sejarah Kerajaan Pucangsula di Lasem. Reruntuhan kerajaan ini terletak di tengah- tengah hutan yang banyak ditanami pohon jati di Dukuh Sulo Desa Sriombo  Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Jarak peninggalan Kerajaan Pucangsula, jika ditarik garis lurus dihitung dari SMK Cendekia Lasem hanya 500 meter.

Kerajaan Pucangsula  merupakan  kerajaan yang  berdiri jauh sebelum Kerajaan Lasem lainnya. Kerajaan ini aktif sekitar abad IV-V. Tepatnya tahun 387-471M. Kerajaan ini pernah berjaya pada masanya. Dalam suatu kisah diceritakan bahwa kerajaan ini memiliki Armada Laut yang berisikan prajurit-prajurit perempuan nan tangguh. Terletak di lereng barat Pegunungan Lasem, Kerajaan Pucangsula diduga memiliki kota raja  dari semenanjung utara pegunungan Lasem atau bisa dikenal sebagai daerah Sulo, Desa Sriombo Lasem. Daerah ini membujur ke selatan hingga ke lereng bukit Palwadhak (sekarang Pohlandak) atau yang disebut dengan Gunung Bugel.

Dinamakan Pucangsula,  karena terdapat banyak tanaman Pucang dan Resulo. Pucang berarti kelapa atau palem dan Resulo disebut juga kersulo atau siwalan. Cikal bakal kerajaan Pucangsula terletak di sebelah utara bukit yang sekarang dikenal sebagai Bukit Ngendhen.

Situs Pucangan
Lokasi Situs Pucangan di Dukuh Sulo Sriombo Lasem

Salah satu peninggalan kerajaan Pucangsula adalah reruntuhan Candi Pucangan yang terletak di bukit Ngendhen (sekarang masuk wilayah perbatasan Desa Sriombo dan Desa Tasiksono). Reruntuhan candi ini dikelilingi oleh hutan jati.

Tahun 390 M kerajaan Pucangsula diperintah oleh seorang raja bergelar Dhattu dengan nama lengkap Dhattu Hang Sam Badra. Sebelumnya Hang Sam Badra mendirikan perguruan filsafat Kanung (Whuning) di gunung Tapa’an tahun 387 M. Dhattu memiliki dua putri sekaligus panglima kerajaan. Putri pertama bernama Dattsu Sie Ba Ha atau yang dikenal sebagai Dewi Sibah. Sedangkan putri kedua bernama Dattsu Sie Ma Ha atau yang dikenal sebagai Ratu Simah.

Kerajaan Pucangsula terpecah menjadi tiga lokasi pada masa pemerintahan Hang Sam Badra (Bhadrawarman), yaitu :

1. Pucangsula, daerah kekuasaannya di sisi timur dengan Dewi Sibah sebagai ratu pemimpin kerajaan.

2. Keling (Kalingga), daerah kekuasaannya di sisi tengah dan pulau Muria, dengan Ratu Simah sebagai pemimpin kerajaan.

3. Baturretna,  daerah kekuasaannya di sisi barat hingga berbatasan Sunda. Dipimpin seorang raja bernama Rsi  Agastya Kumbayani (Haricandana).

Tahun 412  M Pucangsula didatangi seorang pengembara bernama Pha Hie Yen berlayar dari Nalandha India. Ia berniat kembali pulang ke Tsang-An (Tiongkok), tiba-tiba hingga laut Jawa-Dwipa ada angin topan besar, kapalnya kemudian mangkal ke pelabuhan Pucangsula. Pha Hie Yen adalah seorang Bhiku penyebar ajaran Shidarta Buddha Gotama. Di abad IV-V Masehi, agama Hindu-Syiwa dan ajaran Buddha sudah mulai masuk dan mendapatkan ruang berkembang.

Pada tahun 415 M, Hang Sam Badra lengser dari kekuasaan Pucangsula. Ia lebih memilih menjadi seorang pertapa dan menetap di sebuah lereng bukit. Tahun 425 M Hang Sam Badra meninggal. Ia menyerahkan kekuasaan Pucangsula kepada putri tertuanya yaitu Dewi Sibah dengan gelar Dattsu Agung (Prabu Putri). Pada saat yang bersamaan, diangkat pula adik perempuan Dewi Sibah bernama Dewi Simah menjadi Dattsu (penguasa bawahan) di Teluk Blengoh (Nusa Muria), yang kemudian menjadi Kerajaan Keling atau disebut dengan Kerajaan Kalingga. Sementara suami Dewi Sibah yaitu Rsi Agastya diangkat menjadi Dattsu di Banjar Robwan dan Banjar Batur sampai di pegunungan Dieng yang disebut Kerajaan Baturetna.

Di Kalingga, Dewi Simah bersama suaminya bernama Hang Sabura, seorang Dampoawang Teluk Kendeng dan Samudra Jawa (laksamana sekaligus penguasa  Syahbandar Teluk  Kendeng dan Laut Jawa) dengan dibantu oleh sang paman Bhikku Buddha yang bernama Janabadra,  membangun Kerajaan Keling atau Kalingga dengan nuansa ajaran Buddha dan Jawa-Hwuning.

Persaingan antara dua daerah tersebut terus berlangsung. Satu sama lain ingin saling menguasai. Akhirnya pada tahun 436 M, peperangan antara Keling dan Baturetna tak dapat dihindari. Ratu Sibah penguasa Pucangsula tidak bisa mendamaikan situasi dan tak bisa pula mengambil sikap keberpihakan. Karena di antara kedua belah pihak adalah orang-orang dekat dalam keluarganya, yaitu antara Dewi Simah adiknya dan Rsi Agastya suaminya.

Dalam  pertempuran  tersebut  Rsi  Agastya  tewas.  Bala tentaranya banyak yang terbunuh dan sisanya melarikan diri. Lalu pasukan Keling, di bawah Ratu Simah menguasai Bandar Banjar Robwan dan Pegunungan Dieng. Mendengar ayahnya telah tewas, Arya  Asvendra tanpa restu  ibunya memberangkatkan pasukan laut Pucangsula untuk bertempur membalas kematian ayahnya. Namun, dalam pertempuran tersebut, Arya Avendra akhirnya kalah dan tewas oleh pasukan Keling. Setelah peristiwa peperangan tersebut Dewi Sibah tidak lagi memegang kekuasaan di Pucangsula. Ia lebih memilih menenangkan diri dan menjadi petapa sampai akhir hayat. Dewi Sibah meninggal pada tahun 445 M. Arya  Untaka adalah anak Arya Asvendra yang diselamatkan oleh patihnya. kelak anaknya ini dijadikan raja  di Hangjuruhan (Kanjuruhan) dekat Kali Brantas sampai Singosari.

Dengan situasi seperti ini, Kerajaan Keling atau Kalingga di bawah Ratu Simah semakin besar kekuasaannya. Semua kolonial Pucangsula, kemudian berada di dalam Kerajaan Keling. Ratu Simah dikenal sebagai raja besar yang pernah memerintah Pulau Jawa di zaman klasik dan mampu membangun jaringan hubungan relasi  dengan negeri-negeri jauh. Jalur perdagangan laut dan bandar sudah terbangun dan menjadi awal peradaban maritim di Nusantara.

Pada saat yang hampir sama, gunung  Argopura juga mengalami letusan dan longsor. Dahsyatnya bencana tsunami dan longsoran gunung Argopura telah mengubah keberadaan kerajaan Pucangsula.  Pucangsula  menjadi  hutan belantara, warganya pindah ke lereng gunung Argopura. Baru tahun 620 M, keturunan Dewi Simah dan Hang Sabura yaitu Hang Anggana berkelana ke pegunungan Argopura.

Daerah tersebut sampai ratusan  tahun tak berpenghuni. Sejarah yang ditulis dalam Kawitane Wong Jawa lan Wong Kanung  (Mbah Guru). Kutha Lasem-Argasoka  (Kekuwuan Lasem) adalah nama sebuah kota kuno (kekhuwuan) yang berdiri di bekas reruntuhan Kerajaan Pucangsula pada abad ke-9.

Ditulis oleh Isna Aulia Mukarromah dalam buku Ekspedisi Sejarah Lasem.

Ahsani Taqwim
Ahsani Taqwim Halo semua, selamat datang di blog saya. Mengenai informasi tentang saya, bisa menghubungi melalui email. Selamat menggali informasi sebanyak-banyaknya. Semoga bermanfaat. Aamiin.

Post a Comment for "Candi Pucangan dan Sisa Peradaban Pucangsula"