Pasujudan Sunan Bonang dalam Perspektif Historis
Pembaca yang Budiman.
Jika anda berkunjung ke Kota Lasem Rembang Jawa Tengah, pasti anda akan disuguhi
berbagai macam budaya dan peninggalannya. Selain sebutan kota santri, Lasem
sudah dikenal akan kemajuan peradabannya sejak zaman prasejarah hingga kerajaan.
Salah satu situs peninggalan pada masa Walisongo menyebarkan agama Islam di
pulau Jawa ini, adalah Pasujudan Sunan Bonang yang terletak di desa Bonang.
Jika ingin berkunjung
atau berziarah di situs tersebut, kita harus menaiki tangga yang cukup tinggi,
karena lokasinya yang berada di atas bukit desa Bonang atau dulu namanya alas Kemuning. Jadi, kita juga butuh tenaga yang cukup buat bisa sampai ke situs
tersebut. Letak Pasujudan Sunan Bonang kalau di lihat dari barat, situs ini
terletak di kanan jalan sebelum tikungan Pantura Bonang dan kalau di lihat dari
timur, situs ini terletak di kiri jalan
sesudah tikungan.
Pada saat kami berkunjung ke situs tersebut, ternyata situs dalam masa
renovasi. Dulunya hanya berlapisan kayu sekarang dibangun seperti batu bata
kecil. Bukan hanya Pasujudan Sunan Bonang saja yang direnovasi. Makam Putri
Campa juga direnovasi dan sekarang terlihat lebih indah.
Pak Yon (Ahli Sejarah
Lasem) mengatakan bahwa Putri Campa masih berkerabat dengan Maulana Makhdum
Ibrahim. Dan menurut Juru Kunci Pasujudan Sunan Bonang mengatakan bahwa Putri
Campa merupakan murid perempuan Sunan Bonang yang menyukai Sunan Bonang.
Sunan Bonang Lasem atau Maulana Makhdum
Ibrahim merupakan anak Sunan Ampel dan Nyi Ageng Manila. Sunan Bonang lahir
pada tahun 1465 dan wafat pada tahun 1525.
Pasujudan
Sunan Bonang sendiri
merupakan jenis batuan andesit datar yang ukurannya cukup besar. Pasujudan
memiliki makna "pasujud" yang artinya
tempat penyembahan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Jadi, Pasujudan
Sunan Bonang adalah penyembahan Maulana Makhdum Ibrahim untuk mendekatkan diri
kepada Allah swt.
Nah, di samping batu
sujud Sunan Bonang tersebut ada batu besar lagi yang digunakan Sunan Bonang
untuk beriyadhoh dengan cara berdiri satu kaki sebelah kiri, karena Sunan
Bonang itu beriyadhoh sangat lama sekali batu tersebut sampai membekas telapak
kaki Sunan Bonang. Coba bayangkan seberapa lama Sunan Bonang beriyadhoh? batu
sekeras itu bisa sampai membekas telapak kaki, sampai sekarang masih dan jelas
sekali telapak kakinya. Di belakang Batu Pasujudan Sunan Bonang terdapat 2 batu
kecil yang disebut dengan batu penyaksian. Maksud dari batu penyaksian ini
adalah sebagai penyaksian bahwa Sunan Bonang pernah melakukan sujud atau
beribadah di sana.
Menurut Juru Kunci Ahmad
Lutfhi Hakim, batu-batu tersebut ternyata berasal dari bawah bukit yang sekarang
menjadi makam umum masyarakat setempat. Kemudian diangkat ke atas bukit alas Kemuning atas permintaan Sunan Bonang, yang bertujuan agar saat Sunan Bonang
beribadah mendapat ketenangan dan kedamaian.
Situs ini sangat ramai
pengunjung sampai-sampai parkiran tidak muat untuk kendaraan pengunjung karena
lokasi parkir juga sangat terbatas. Hampir setiap hari situs ini dipenuhi oleh para peziarah dari berbagai daerah.
Menurut beberapa sumber sunan Bonang merupakan tokoh penyebar Islam di
pantai Utara Jawa yang cukup unik. Sunan Bonang memiliki jiwa seni yang sangat
tinggi, contohnya gamelan. Sunan Bonang menambahkan satu elemen baru yang
akhirnya dinamakan Bonang.
Semasa hidupnya Sunan Bonang pernah belajar
ke Pasai. Sekembalinya dari pasai, Sunan Bonang memasukan pengaruh Islam ke
dalan bangsawan dari kraton Majapahit dan mempergunakan Demak sebagai tempat
berkumpul murid-muridnya.
Sunan Bonang juga pintar menciptakan
tembang. Salah satunya yang terkenal adalah "TOMBO ATI". Tembang ini
masih dilestarikan sampai sekarang. Dan bahkan, ditembangkan dalam berbagai versi. Sunan Bonang diyakini
wafat pada usia 60 tahun. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa Sunan Bonang tidak
menikah hingga akhir hayatnya. Jadi, Sunan Bonang adalah sunan satu-satunya
yang tidak memiliki keturunan.
Setiap tahun sekali masyarakat setempat mengadakan Haul Pasujudan Sunan Bonang yang dilaksanakan kurang lebih 10 hari setelah Haul Daleman Sunan Bonang. Peziarah berbondong-bondong datang ke Pasujudan Sunan Bonang untuk mengikuti acara tersebut, sampai-sampai saat acara tiba, tangga sebegitu tingginya bisa penuh bahkan sampai berdesakan.
Post a Comment for "Pasujudan Sunan Bonang dalam Perspektif Historis"